Jumat, 12 April 2013

Mengidentifikasi unsur intrinsik pada cerpen


Cerpen
Penulis : Andi Nurul Annisa
Cincin Ibu
Menyaksikan guyuran hujan dari bawah lindungan atap.  Yah, aku baru saja pulang dari les, terhenti dengan hujan lebat yang membuatku mau tidak mau harus berteduh dalam waktu yang tidak tentu. Menahan rasa dingin yang menyeruak masuk  kedalam tulang ditambah perut yang terus meronta minta diisi.  Aku merasa tak berdaya dengan rasa lelah yang menerpaku. Aku hanya bisa memandang entah apa.  Jauh diatas sana, langit malam yang bertambah kelabu, pertanda hujan akan cukup betah menyiksaku  dengan ruang hampanya memaksa agar aku menunggu . Menyebalkan .
Aku berdiri dipinggir jalan, melambai saat ada angkutan umum yang lewat. Sesekali aku hanya berdiri membiarkan sopir angkutan umum itu bertanya “Mau kemana mbak?” pertanyaan sama yang selalu sopir angkutan umum tanya pada calon penumpangnya. Cukup sulit menemukan angkutan umum yang searah dengan jalan rumahku pada malam hari. Sesekali aku membetulkan letak jaket yang kupakai tanpa sengaja menjatuhkan sisa sisa tetesan gerimis hujan yang melekat di jaket ku. Aku menggerutu pelan mengingat percakapanku  dan ayah di telepon “Ayah ada urusan mendadak, kamu pulang naik angkutan umum saja ya ?!” terkadang aku berfikir bahwa ayahku begitu kejam, padahal ia sudah janji akan menjemputku, Tega sekali dia membiarkan anak kesayangannya ini pulang malam dengan angkutan umum ditambah lagi hujan deras yang dinginnya menusuk kulitNgomong-ngomong sudah berapa lama aku berdiri disini ?
Aku melepaskan sepatu yang kupakai, menentengnya masuk kerumah sambil mengucapkan salam . saat masuk, kulihat ibu sedang mengerjakan sesuatu sambil bergumam membaca apa yang ia kerjakan, laporan kantor mungkin ? . ibu sepertinya tidak mendengar salamku jadi, aku duduk disampingnya, mengejutkannya dalam beberapa saat
 “Pulang naik apa ?” tanya ibu sambil meliriku sebentar lalu menfokuskan mata pada pekerjaannya kembali
“Angkot”jawab ku malas
“Ayah tidak jemput ?” tanya ibu kaget sambil berbalik menatapku. Biasanya jika aku tidak dijemput Ayah maka tante yang akan menjemputku. Tapi, karena pulsa habis aku tidak bisa meneleponnya. Jadi, cukup mengherankan jika sekarang aku pulang naik angkot sendirian, malam dan hujan deras.
“Ayah tidak bilang ?” tanyaku balik tanpa menjawab pertanyaan dari ibu
Ibu menghela nafas kemudian berkata,“ya sudah ganti baju, makan, sholat lalu pergi tidur, besok kamu sekolah” tandas ibu. Aku  bangkit berdiri, hampir terjatuh jika  tidak memegang lengan kursi. Yang aku mau sekarang hanya tidur jadi, cepat selesaikan semua lalu tidur dalam balutan selimut tebal yang nyaman.
Aku baru saja selesai makan, ketika …
“Nak, sini dulu,” teriak ibu dari dalam kamarnya. “Iya,” jawabku sedikit berteriak sambil berjalan menuju ibu. “Ada apa?” tanya ku malas, menahan rasa ngantuk yang menerpa. “Ini.” ibu menarik lenganku dan mendudukkan ku dikasur, aku melihat banyak perhiasan berserakan disitu. Sepertinya ibu sedang bersih-bersih.
“Sudah tidak muat untuk ibu, mungkin ditanganmu muat.” Ibu menyematkan cincin emas dijari manisku. Cincin yang sederhana. Dilengkapi dengan aksen permata kecil berwarna tourtouse. “cocok?” tanya ibu penuh minat
“Hmm..” aku hanya bergumam sambil menganggukkan kepala. “Pakai saja dulu tapi ibu hanya pinjamkan, jaga baik –baik,” ucap ibu sambil menempatkan kembali laci – laci yang berserakan pada tempatnya. “Pergilah tidur.” Akhirnya kesabaranku berujung pada kebahagiaan.
2 minggu kemudian …
Aku sesekali tertawa melihat jawaban yang dibalas teman mayaku lewat social media. Dengan semangat aku membalas pesannya. Dengan lincah, ku gerakkan jari-jari tangan ku di keybord. Tersadar bahwa ada sesuatu yang mengganggu dijari tanganku, cincin pemberian ibu beberapa minggu yang lalu. Aku lalu melepas dan meletakkannya disamping  komputer kemudian melanjutkan aktifitasku kembali.
Sesekali aku terus tersenyum diselingi gelak tawa saat menatap monitor komputer dan tanpa sadar menyenggol cincin yang ada di meja hingga terjatuh dan memantul hingga ke ujung pintu. Saat itu aku mengalami pergolakan sendiri dalam diriku. Apa sebaiknya aku mengambil cincin itu ? tapi ini saat yang sangat seru. Baru kali ini aku mendapatkan teman maya yang sangat menyenangkan. Tapi jika aku mengambil cincin itu sekarang, teman maya ku bisa bisa menghentikan obrolan karena aku membalas  dengan sangat lama.  Yang mana yang tepat ? Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan obrolanku di social media. Tampaknya cincin itu masih bisa menunggu. Sedangkan mendapatkan teman yang menyenangkan di dunia maya ? jarang-jarang aku menemukannya.
Aku masih tetap asik memainkan jari jariku di papan keybord tanpa sadar hari telah menjelang maghrib. Tanda sudah saatnya aku berhenti dengan kesenangannku.
Beberapa hari kemudian…
Baru saja aku selesai sholat , telpon rumah berdering. Aku segera berlari mengangkatnya.
“Halo, dengan siapa?”tanya ku sesopan mungkin. “Ini ibu, nak. Sekarang ibu lagi di jalan, mau dibelikan apa ?” Aku mengerutkan kedua alisku, lalu menjawabnya dengan singkat, “terserah saja.”
“Baiklah. Oh iya, ibu pernah kasih cincin kan ?” tanya ibu
“Iya.” Aku dengan refleks melihat kejari tanganku. Namun tak ada satu aksesoris-pun yang tersemat disana. Teringat kejadian beberapa hari yang lalu saat cincin ibu jatuh
“ada dikamar,aku lepas” jawabku. Aku memang melepasnya dikamar kan ?
“yasudah, ibu sudah mau pulang, jaga baik-baik cincin itu!” pesan ibu sebelum menutup telpon.
Dengan langkah pasti aku berjalan kekamar berniat mengambil cincin ibu. Merasa yakin bahwa cincin itu jatuh tidak jauh dibalik pintu jadi aku merasa tenang tenang saja.  Setelah lewat 15 menit aku mencari. Cincin itu tidak kutemukan. Aku mulai merasa panik. Aku mulai mencari sekitar dalam rumah. Kali saja cincin itu terhempas keluar tanpa aku sadari saat membuka dan menutup pintu. Setelah lebih dari 30 menit mencari, cincin itu tetap tidak kutemukan. Keringat dingin mulai kualami. Tanganku gemetar membayangkan kemarahan ibu saat mengetahui cincinnya hilang. Aku medengar pintu rumah terbuka. Itu pasti ibu ,tebakku.  benar saja itu ibu.
Kulihat ia sedang menenteng kantong plastik berukuran sedang masuk kedalam rumah. Aku bersikap seolah semuanya baik baik saja. Makan malam pun berjalan seperti biasa. Saat kulihat ibu sedang duduk di ruang tamu sambil membaca majalah, aku memberanikan diri untuk mengatakan bahwa cincinya hilang.  Ibu sangat terkejut dan marah. Ibu segera mencari di sudut – sudut kamarku. Namun hasilnya nihil. Aku hanya pasrah menerima hukuman apa yang akan kuterima.
Sudah satu minggu aku tidak diberika uang jajan ke sekolah. Ibu juga melarang Ayah memberikan uang jajan kepadaku yang langsung disetujui ayah dengan penuh suka cita. Setidaknya pengeluarannya berkurang, pikirnya kuduga.
Saat baru pulang sekolah. Aku segera berlari menuju kulkas dan menyambar gelas terdekat yang ada disekitarku. Meminumnya dalam beberapa tegukan, aku benar benar haus mengingat matahari sedang bersinar menampakkan kuasanya dan ditambah lagi aku tidak diberi uang jajan ke sekolah karena masih dalam proses hukuman. Aku mengganti baju, makan lalu tidur siang.
Aku terbangun saat kurasa seseorang sedang memukul pelan pipiku. Tenyata ibu. Untuk apa ibu kekamarku ? mencari cincin ? “kenapa ?”jawab ku dengan suara serak
“ibu tadi menyapu dan mendapatkan cincin ini disamping pot bunga!” tandas ibu dengan wajah berseri seri
Akhirnya hukuman selesai dan cincin ibu ditemukan

END

Mengidentifikasi unsur intrinsik pada cerpen
Tema : Kebimbangan seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengakibatkan kehilangan.
Latar
-         Tempat :
o   Pinggir jalan : “Aku berdiri dipinggir jalan..”
o   Rumah     : “Aku melepaskan sepatu yang kupakai, menentengnya masuk
kerumah sambil mengucapkan salam “
o   Kamar       : “Ibu sangat terkejut dan marah. Ibu segera mencari di sudut – sudut
                   Kamarku
-         Suasana :  Sepi, mencekam
-         Waktu :
o   Malam    : “Jauh diatas sana, langit malam yang bertambah kelabu
o   Maghrib : “...tanpa sadar hari telah menjelang maghrib
o   Siang       : “aku benar benar haus mengingat matahari sedang bersinar
                   menampakkan kuasanya .... “
-         Penokohan
ü  Protagonis
·         Aku  : suka menunda pekerjaan, Tabah
·         Ibu   : Tegas, Baik hati, peduli
·         Ayah : Tidak menepati janji

-         Amanat : jangan suka menunda nunda waktu

Nilai Positif
ü  Berani bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat
Nilai Negatif :
ü  Suka menunda nunda waktu

Alur : Maju
Tahap alur :
ü  Pengenalan : paragraf 1
ü  Penampilan masalah : paragraf 9
ü  Puncak masalah : paragraf 13
ü  Peleraian:  paragraf 15
ü  Penyelesaian : Paragraf 18

0 komentar:

Posting Komentar