Cerpen
Penulis : Andi Nurul Annisa
Cincin Ibu
Menyaksikan guyuran
hujan dari bawah lindungan atap. Yah, aku baru saja pulang dari les, terhenti
dengan hujan lebat yang membuatku mau tidak mau harus berteduh dalam waktu yang
tidak tentu. Menahan rasa dingin yang menyeruak masuk kedalam tulang
ditambah perut yang terus meronta minta diisi. Aku merasa tak berdaya
dengan rasa lelah yang menerpaku. Aku hanya bisa memandang entah apa.
Jauh diatas sana, langit malam yang bertambah kelabu, pertanda hujan akan cukup
betah menyiksaku dengan ruang hampanya memaksa agar aku menunggu .
Menyebalkan .
Aku berdiri dipinggir
jalan, melambai saat ada angkutan umum yang lewat. Sesekali aku hanya berdiri
membiarkan sopir angkutan umum itu bertanya “Mau kemana mbak?”
pertanyaan sama yang selalu sopir angkutan umum tanya pada calon penumpangnya.
Cukup sulit menemukan angkutan umum yang searah dengan jalan rumahku pada malam
hari. Sesekali aku membetulkan letak jaket yang kupakai tanpa sengaja
menjatuhkan sisa sisa tetesan gerimis hujan yang melekat di jaket ku. Aku menggerutu
pelan mengingat percakapanku dan ayah di telepon “Ayah ada urusan
mendadak, kamu pulang naik angkutan umum saja ya ?!” terkadang aku
berfikir bahwa ayahku begitu kejam, padahal ia sudah janji akan menjemputku, Tega sekali dia membiarkan anak kesayangannya
ini pulang malam dengan angkutan umum ditambah lagi hujan deras yang dinginnya
menusuk kulit. Ngomong-ngomong sudah berapa lama aku berdiri disini
?
Aku melepaskan sepatu
yang kupakai, menentengnya masuk kerumah sambil mengucapkan salam . saat masuk,
kulihat ibu sedang mengerjakan sesuatu sambil bergumam membaca apa yang ia
kerjakan, laporan kantor mungkin ? . ibu sepertinya tidak mendengar salamku
jadi, aku duduk disampingnya, mengejutkannya dalam beberapa saat
“Pulang naik apa
?” tanya ibu sambil meliriku sebentar lalu menfokuskan mata pada pekerjaannya
kembali
“Angkot”jawab ku malas
“Ayah tidak jemput ?”
tanya ibu kaget sambil berbalik menatapku. Biasanya jika aku tidak dijemput
Ayah maka tante yang akan menjemputku. Tapi, karena pulsa habis aku tidak bisa
meneleponnya. Jadi, cukup mengherankan jika sekarang aku pulang naik angkot
sendirian, malam dan hujan deras.
“Ayah tidak bilang ?”
tanyaku balik tanpa menjawab pertanyaan dari ibu
Ibu menghela nafas
kemudian berkata,“ya sudah ganti baju, makan, sholat lalu pergi tidur, besok
kamu sekolah” tandas ibu. Aku bangkit berdiri, hampir terjatuh jika
tidak memegang lengan kursi. Yang aku mau sekarang hanya tidur jadi,
cepat selesaikan semua lalu tidur dalam balutan selimut tebal yang nyaman.
Aku baru saja selesai
makan, ketika …
“Nak, sini dulu,” teriak
ibu dari dalam kamarnya. “Iya,” jawabku sedikit berteriak sambil berjalan
menuju ibu. “Ada apa?” tanya ku malas, menahan rasa ngantuk yang menerpa.
“Ini.” ibu menarik lenganku dan mendudukkan ku dikasur, aku melihat banyak
perhiasan berserakan disitu. Sepertinya ibu sedang bersih-bersih.
“Sudah tidak muat untuk
ibu, mungkin ditanganmu muat.” Ibu menyematkan cincin emas dijari manisku.
Cincin yang sederhana. Dilengkapi dengan aksen permata kecil berwarna
tourtouse. “cocok?” tanya ibu penuh minat
“Hmm..” aku hanya
bergumam sambil menganggukkan kepala. “Pakai saja dulu tapi ibu hanya
pinjamkan, jaga baik –baik,” ucap ibu sambil menempatkan kembali laci – laci
yang berserakan pada tempatnya. “Pergilah tidur.” Akhirnya kesabaranku berujung
pada kebahagiaan.
2 minggu kemudian …
Aku sesekali tertawa
melihat jawaban yang dibalas teman mayaku lewat social media. Dengan semangat
aku membalas pesannya. Dengan lincah, ku gerakkan jari-jari tangan ku di
keybord. Tersadar bahwa ada sesuatu yang mengganggu dijari tanganku, cincin
pemberian ibu beberapa minggu yang lalu. Aku lalu melepas dan meletakkannya
disamping komputer kemudian melanjutkan aktifitasku kembali.
Sesekali aku terus
tersenyum diselingi gelak tawa saat menatap monitor komputer dan tanpa sadar
menyenggol cincin yang ada di meja hingga terjatuh dan memantul hingga ke ujung
pintu. Saat itu aku mengalami pergolakan sendiri dalam diriku. Apa sebaiknya
aku mengambil cincin itu ? tapi ini saat yang sangat seru. Baru kali ini aku
mendapatkan teman maya yang sangat menyenangkan. Tapi jika aku mengambil cincin
itu sekarang, teman maya ku bisa bisa menghentikan obrolan karena aku
membalas dengan sangat lama. Yang mana yang tepat ? Akhirnya aku
memutuskan untuk melanjutkan obrolanku di social media. Tampaknya cincin itu
masih bisa menunggu. Sedangkan mendapatkan teman yang menyenangkan di dunia
maya ? jarang-jarang aku menemukannya.
Aku masih tetap asik
memainkan jari jariku di papan keybord tanpa sadar hari telah menjelang
maghrib. Tanda sudah saatnya aku berhenti dengan kesenangannku.
Beberapa hari kemudian…
Baru saja aku selesai
sholat , telpon rumah berdering. Aku segera berlari mengangkatnya.
“Halo, dengan
siapa?”tanya ku sesopan mungkin. “Ini ibu, nak. Sekarang ibu lagi di jalan, mau
dibelikan apa ?” Aku mengerutkan kedua alisku, lalu menjawabnya dengan singkat,
“terserah saja.”
“Baiklah. Oh iya, ibu
pernah kasih cincin kan ?” tanya ibu
“Iya.” Aku dengan
refleks melihat kejari tanganku. Namun tak ada satu aksesoris-pun yang tersemat
disana. Teringat kejadian beberapa hari yang lalu saat cincin ibu jatuh
“ada dikamar,aku lepas”
jawabku. Aku memang melepasnya dikamar kan ?
“yasudah, ibu sudah mau
pulang, jaga baik-baik cincin itu!” pesan ibu sebelum menutup telpon.
Dengan langkah pasti aku
berjalan kekamar berniat mengambil cincin ibu. Merasa yakin bahwa cincin itu
jatuh tidak jauh dibalik pintu jadi aku merasa tenang tenang saja.
Setelah lewat 15 menit aku mencari. Cincin itu tidak kutemukan. Aku mulai
merasa panik. Aku mulai mencari sekitar dalam rumah. Kali saja cincin itu
terhempas keluar tanpa aku sadari saat membuka dan menutup pintu. Setelah lebih
dari 30 menit mencari, cincin itu tetap tidak kutemukan. Keringat dingin mulai
kualami. Tanganku gemetar membayangkan kemarahan ibu saat mengetahui cincinnya
hilang. Aku medengar pintu rumah terbuka. Itu pasti ibu ,tebakku.
benar saja itu ibu.
Kulihat ia sedang
menenteng kantong plastik berukuran sedang masuk kedalam rumah. Aku bersikap
seolah semuanya baik baik saja. Makan malam pun berjalan seperti biasa. Saat
kulihat ibu sedang duduk di ruang tamu sambil membaca majalah, aku memberanikan
diri untuk mengatakan bahwa cincinya hilang. Ibu sangat terkejut dan
marah. Ibu segera mencari di sudut – sudut kamarku. Namun hasilnya nihil. Aku
hanya pasrah menerima hukuman apa yang akan kuterima.
Sudah satu minggu aku
tidak diberika uang jajan ke sekolah. Ibu juga melarang Ayah memberikan uang
jajan kepadaku yang langsung disetujui ayah dengan penuh suka cita. Setidaknya
pengeluarannya berkurang, pikirnya kuduga.
Saat baru pulang
sekolah. Aku segera berlari menuju kulkas dan menyambar gelas terdekat yang ada
disekitarku. Meminumnya dalam beberapa tegukan, aku benar benar haus mengingat
matahari sedang bersinar menampakkan kuasanya dan ditambah lagi aku tidak
diberi uang jajan ke sekolah karena masih dalam proses hukuman. Aku mengganti
baju, makan lalu tidur siang.
Aku terbangun saat
kurasa seseorang sedang memukul pelan pipiku. Tenyata ibu. Untuk apa ibu
kekamarku ? mencari cincin ? “kenapa ?”jawab ku dengan suara serak
“ibu tadi menyapu dan
mendapatkan cincin ini disamping pot bunga!” tandas ibu dengan wajah berseri
seri
Akhirnya hukuman selesai dan cincin ibu
ditemukan
END
Mengidentifikasi unsur
intrinsik pada cerpen
Tema : Kebimbangan
seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengakibatkan kehilangan.
Latar
- Tempat :
o Pinggir jalan : “Aku berdiri dipinggir jalan..”
o Rumah
: “Aku melepaskan sepatu
yang kupakai, menentengnya masuk
kerumah sambil
mengucapkan salam “
o Kamar
: “Ibu sangat terkejut dan
marah. Ibu segera mencari di sudut – sudut
Kamarku”
- Suasana : Sepi,
mencekam
- Waktu :
o Malam : “Jauh diatas sana, langit malam yang bertambah
kelabu”
o Maghrib : “...tanpa sadar hari telah menjelang maghrib”
o Siang
: “aku benar benar haus
mengingat matahari sedang bersinar
menampakkan kuasanya .... “
- Penokohan
ü Protagonis
· Aku : suka menunda
pekerjaan, Tabah
· Ibu : Tegas,
Baik hati, peduli
· Ayah : Tidak menepati janji
- Amanat : jangan suka
menunda nunda waktu
Nilai Positif
ü Berani bertanggung jawab
atas kesalahan yang diperbuat
Nilai Negatif :
ü Suka menunda nunda waktu
Alur : Maju
Tahap alur :
ü Pengenalan : paragraf 1
ü Penampilan masalah :
paragraf 9
ü Puncak masalah : paragraf
13
ü Peleraian: paragraf
15
ü Penyelesaian : Paragraf 18